Pasal 76
Perkawinan
harus dilaksanakan di muka umum, dalam gedung tempat membuat akta Catatan
Sipil, di hadapan Pegawai Catatan Sipil tempat tinggal salah satu pihak dan
dihadapan dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan keluarga, yang telah
mencapai umur dua puluh satu tahun dan berdiam di Indonesia.
Pasal 77
Bila
salah satu pihak karena halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat pergi ke
gedung tersebut, perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah rumah khusus di
daerah Pegawai Catatan Sipil yang bersangkutan. Jika terjadi hal yang demikian,
maka dalam akta perkawinan harus dicantumkan sebab-sebab terjadinya. Penilaian
tentang sah tidaknya halangan tersebut dalam pasal ini, diserahkan kepada
Pegawai Catatan Sipil itu.
Pasal 78
Kedua
calon suami istri harus datang secara pribadi menghadap Pegawai Catatan Sipil
itu.
Pasal 79
Jika
ada alasan-alasan penting. Presiden berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak yang
bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang wakil
yang khusus diberi kuasa penuh dengan akta otentik. Bila pemberi kuasa itu,
sebelum perkawinan dilaksanakan, telah kawin dengan orang lain secara sah, maka
perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak pernah
terjadi.
Pasal 80
Kedua
calon suami istri, di hadapan Pegawai Catatan Sipil dan dengan kehadiran para
saksi, harus menerangkan bahwa yang satu menerima yang lain sebagai suami atau
istrinya, dan bahwa dengan ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban
mereka, yang oleh undang-undang ditugaskan kepada mereka sebagai suami istri.