KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Pasal 21, Pasal 22,
Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25
Pasal 21
(1)
Perintah
penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan
atau mengulangi tindak pidana.
(2)
Penahanan
atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap
tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau
penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan
menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.
(3)
Tembusan
surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.
(4)
Penahanan
tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan
tindak pidana dan atau percobaan maupun pembenian bantuan dalam tindak pidana
tersebut dalam hal:
a.
tindak
pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b.
tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat
(1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a,
Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie
(pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan
Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang
Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara
Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47,
dan Pasal 48 Undangundang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086).
Pasal 22
(1)
Jenis
penahanan dapat berupa:
a.
a.penahanan
rumah tahanan negara;
b.
b.penahanan
rumah;
c.
c.penahanan
kota.
(2)
Penahanan
rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau
terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala
sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau
pemeriksaan di sidang pengadilan.
(3)
Penahanan
kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediamati tersangka atau
terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor din pada waktu
yang ditentukan.
(4)
Masa
penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dan pidana yang
dijatuhkan.
(5)
Untuk
penahanan kota pengurangan tersebut seperlima darijumlah lamanya waktu
penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah Iamanya waktu
penahanan.
Pasal 23
(1)
Penyidik
atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang
satu kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2)
Pengalihan
jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari
penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan
kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya dan kepada instansi yang
benkepentingan.
Pasal 24
(1)
Perintah
penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
(2)
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperIukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang
berwenang untuk paling lama empat puluh hari.
(3)
Ketentuan
sebagamana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut,
jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4)
Setelah
waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dan
tahanan demi hukum.
Pasal 25
(1)
Penintah
penahanan yang dibenikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20, hanya berlaku paling lama dua pulub hari.
(2)
Jangka
waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri
yang berwenang untuk paling lama tiga puluh hari.
(3)
Ketentuan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut,
jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4)
Setelah
waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan
tersangka dari tahanan demi hukum.