Pasal 246
Ketentuan
- ketentuan Pasal 210 sampai dengan 220, Pasal 222 sampai dengan 228, dan Pasal
231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah
seorang dan suami isteri terhadap yang lain.
Setelah
mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang, Pengadilan Negeri setelah
mendengar dan memanggil dengan sah orang tua dan keluarga sedarah dan semenda
anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dan kedua orang tua
itu yang akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali
bila kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dan kekuasaan orang tua,
dengan mengindahkan putusan-putusan Hakim yang terdahulu yang mungkin telah
memecat atau melepaskan mereka dan kekuasaan orang tua.
Ketetapan
ini berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh
kekuatan hukum yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan pemberitahuan,
dan perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan.
Terhadap
penetapan ini, pihak orang tua yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan
kekuasaan orang tua, boleh melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud
dalam alinea kedua dia tidak menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam
waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. Pihak
orang tua yang telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk
melakukan kekuasaan orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon
banding terhadap penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari
termaksud dalam alinea ketiga. Ketentuan Pasal 230b dan Pasal 230c berlaku sama
terhadap bapak dan ibu yang tidak diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua.
Terhadap pemeriksaan para orang tua berlaku alinea keempat Pasat 206.
Pasal 246a
Bila
anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang
yang berdasarkan Pasal 246 dan Pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan
orang tua, atau dalam kekuasaan bapak, ibu atau dewan perwalian yang mungkin
diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama Pasal 246 dan sesuai dengan
Pasat 214, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan
anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat serta
kelima Pasat 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 246b
Berdasarkan
keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan
hukum yang pasti, Pengadilan Negeri boleh mengadakan perubahan pada
penetapan-penetapan, yang telah diberikan berdasarkan alinea kedua pasal yang
lalu, atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dan mereka, setelah
mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan para keluarga sedarah
atau semenda dan anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapan ini boleh
dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding,
dengan atau tanpa jaminan.
Ketentuan
alinea keempat dan kelima Pasal 206 dalam hal ini berlaku.
Pasal 247
setelah
mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama Pasal 237,
Hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan kedua suami
isteri, maka pisah meja dam ranjang itu memperoleh segala akibat yang
dijanjikan dalam perjanjian itu.
Pasal 248
Pisah
meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya batal karena perdamaian suami
isteri, dan perdamaian ini menghidupkan kembali segala akibat dan perkawinan
mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya terus kekuatan perbuatan-perbuatan
terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah dilakukan dalam tenggang
waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua persetujuan suami isteri
yang bertentangan dengan ini adalah batal.
Pasal 249
Bila
putusan yang menyatakan suami isteri pisah meja dan ranjang sudah diumumkan
secara jelas, suami isteri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat
perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara
jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada.
BAB XII
KEBAPAKAN DAN ASAL
KETURUNAN ANAK-ANAK
(Tidak Berlaku Bagi
Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN 1
Anak-anak Sah
Pasal 250
Anak
yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai
bapaknya.