Pasal 31
Juga
dilarang perkawinan:
1.
antara
ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau
istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas
dasar ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh Hakim
kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain;
2.
antara
paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian
pula antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang
sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, Presiden dengan memberikan
dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini.
Pasal 32
Seseorang
yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zina, sekali-kali
tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinanya itu.
Pasal 33
Antara
orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan Pasal
199 nomor 3° atau 4°, tidak diperbolehkan untuk kedua kalinya dilaksanakan
perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka
yang didaftarkan dalam daftar Catatan Sipil. Perkawinan lebih lanjut antara
orang-orang yang sama dilarang.
Pasal 34
Seorang
perempuan tidak diperbolehkan melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau
jangka waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir.
Pasal 35
Untuk
melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang
tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dan mereka memberi izin dan yang
lainnya telah dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu,
maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya,
berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga
sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah
meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
cukup diperoleh dan orang tua yang lain.